MELALUI PEMAHAMAN WAWASAN KEBANGSAAN
DENGAN EMPAT PILAR BANGSA
Ahmad Zazuli *)
I. Pendahuluan
Banyak kalangan yang melihat perkembangan politik, sosial, ekonomi
dan budaya di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Bahkan, kekuatiran itu
menjadi semakin nyata ketika menjelajah pada apa yang dialami oleh setiap
warganegara, yakni memudarnya wawasan kebangsaan. Apa yang lebih menyedihkan
lagi adalah bilamana kita kehilangan wawasan tentang makna hakekat bangsa dan
kebangsaan yang akan mendorong terjadinya dis-orientasi dan perpecahan.
Pandangan di atas sungguh wajar dan tidak mengada-ada. Krisis yang
dialami oleh Indonesia ini menjadi sangat multi dimensional yang saling
mengait. Krisis ekonomi yang tidak kunjung henti berdampak pada krisis sosial
dan politik, yang pada perkembangannya justru menyulitkan upaya pemulihan
ekonomi. Konflik horizontal dan vertikal yang terjadi dalam kehidupan sosial
merupakan salah satu akibat dari semua
krisis yang terjadi, yang tentu akan melahirkan ancaman dis-integrasi bangsa.
Apalagi bila melihat bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural
seperti beragamnya suku, budaya daerah, agama, dan berbagai aspek politik
lainnya, serta kondisi geografis negara kepulauan yang tersebar. Semua ini
mengandung potensi konflik (latent sosial conflict) yang dapat merugikan
dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.
Dewasa ini, dampak krisis multi-dimensional ini telah memperlihatkan
tanda-tanda awal munculnya krisis kepercayaan diri (self-confidence) dan
rasa hormat diri (self-esteem) sebagai bangsa. Krisis kepercayaan
sebagai bangsa dapat berupa keraguan terhadap kemampuan diri sebagai bangsa
untuk mengatasi persoalan-persoalan mendasar yang terus-menerus datang,
seolah-olah tidak ada habis-habisnya mendera Indonesia. Aspirasi politik untuk
merdeka di berbagai daerah, misalnya, adalah salah satu manifestasi wujud
krisis kepercayaan diri sebagai satu bangsa, satu “nation”.
Apabila krisis politik dan krisis ekonomi sudah sampai pada krisis
kepercayaan diri, maka eksistensi Indonesia sebagai bangsa (nation)
sedang dipertaruhkan. Maka, sekarang ini adalah saat yang tepat untuk melakukan
reevaluasi terhadap proses terbentuknya “nation and character building”
kita selama ini, karena boleh jadi persoalan-persoalan yang kita hadapi saat
ini berawal dari kesalahan dalam menghayati dan menerapkan konsep awal
“kebangsaan” yang menjadi fondasi ke-Indonesia-an. Kesalahan inilah yang dapat
menjerumuskan Indonesia, seperti yang ditakutkan Sukarno, “menjadi bangsa
kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa.” Bahkan, mungkin yang lebih
buruk lagi dari kekuatiran Sukarno, “menjadi bangsa pengemis dan pengemis di
antara bangsa-bangsa”
Di samping itu, timbul
pertanyaan mengapa akhir-akhir ini wawasan kebangsaan menjadi banyak
dipersoalkan. Apabila kita coba mendalaminya, menangkap berbagai ungkapan
masyarakat, terutama dari kalangan cendekiawan dan pemuka masyarakat, memang
mungkin ada hal yang menjadi keprihatinan. Pertama, ada kesan seakan-akan
semangat kebangsaan telah menjadi dangkal atau tererosi terutama di kalangan
generasi muda–seringkali disebut bahwa sifat materialistik mengubah idealisme yang
merupakan jiwa kebangsaan. Kedua, ada kekuatiran ancaman disintegrasi
kebangsaan, dengan melihat gejala yang terjadi di berbagai negara, terutama
yang amat mencekam adalah perpecahan di Yugoslavia, di bekas Uni Soviet, dan
juga di negara-negara lainnya seperti di Afrika, dimana paham kebangsaan
merosot menjadi paham kesukuan atau keagamaan. Ketiga, ada keprihatinan tentang
adanya upaya untuk melarutkan pandangan hidup bangsa ke dalam pola pikir yang
asing untuk bangsa ini.
Untuk mengenal,memahami serta menyadari Jati Diri sebagai Manusia
Indonesia secara etnis maupun budaya kearah memenuhi “CINTA BANGSA dan TANAH
AIR adalah bagian dari IMAN”.
Wawasan adalah
Pandangan,Penglihatan,Penilaian,Tinjauan,Pengetahuan,Penelitian. Wawasan
Kebangsaan ialah Pengetahuan, Penilaian, Pandangan tentang nilai-nilai
kebangsaan secara prinsip dan memahami empat pilar bangsa, diantaranya :
PEMAHAMAN EMPAT PILAR BERBANGSA DAN
BERNEGARA
v BHINNEKA TUNGGAL IKA
Bhinneka Tunggal
Ika adalah motto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa
Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap
satu”.
Diterjemahkan
per patah kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau
berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Jawa Kuna berarti "macam" dan
menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal
berarti "satu". Kata ika berarti "itu". Secara harfiah
Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna
meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu
kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam
budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
v PANCASILA
Pancasila adalah
ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari
Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Lima sendi utama
penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
v SEJARAH PERUMUSAN
Dalam upaya
merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan
pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia yaitu :
Lima Dasar oleh
Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima
dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri
Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang
dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan
yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan
pidato Yamin tersebut.
Panca Sila oleh
Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang
kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno
mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme;
Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan.
Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni
itu, katanya:
Sekarang
banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan
ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan
ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila.
Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan
negara Indonesia, kekal dan abadi.
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai
dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah :
Ø Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni
1945
Ø Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus
1945
Ø Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat -
tanggal 27 Desember 1949
Ø Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal
15 Agustus 1950
Ø Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama
(merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
v NKRI (NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA)
Republik
Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang
dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia
serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan
terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau [5] [6], oleh karena itu ia
disebut juga sebagai Nusantara ("pulau luar", di samping Jawa yang
dianggap pusat).[7] Dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006,[8]
Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang
berpenduduk Muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara
Islam. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih langsung. Ibukota
negara ialah Jakarta. Indonesia berbatasan dengan Malaysia di Pulau Kalimantan,
dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor.
Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah
persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.
Sejarah
Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan Indonesia menjadi
wilayah perdagangan penting setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan
Sriwijaya di Palembang menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok
dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha telah tumbuh pada awal abad
Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan
Eropa yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku
semasa era penjelajahan samudra. Setelah berada di bawah penjajahan Belanda,
Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda menyatakan kemerdekaannya di
akhir Perang Dunia II. Selanjutnya Indonesia mendapat berbagai hambatan,
ancaman dan tantangan dari bencana alam, korupsi, separatisme, proses
demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat.
Dari Sabang
sampai Merauke, Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa dan agama yang
berbeda. Suku Jawa adalah grup etnis terbesar dan secara politis paling
dominan. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika"
("Berbeda-beda tetapi tetap satu"), berarti keberagaman yang
membentuk negara. Selain memiliki populasi padat dan wilayah yang luas,
Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati
terbesar kedua di dunia.
v UUD 1945
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD
'45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara
Republik Indonesia saat ini. [1]
UUD 1945
disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan
sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5
Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi
oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu
tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah
susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
v SEJARAH AWAL
Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29
April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang
pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama
Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan
yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah
Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan
kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka
naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia
disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
(BPUPKI). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya
diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera.
Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI
mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Penutup
Dapat dimengerti bahwa dalam membangun sebuah wawasan
kebangsaan ini diperlukan suatu “platform”,
yakni yang dibangun adalah rakyat, indonesia. Dalam upaya, pemahaman nilai-nila
berbangsa dan bernegara melalui pengamalan empat pilar bangsa ,bhinneka tunggal
ika, pancasila, UUD 1945, dan NKRI
by Djazuli Achmad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar