Kamis, 13 Desember 2012

Peredaran narkoba di dunia "face book"





"Waspadai Peredaran Narkotika di Facebook Berita Narkoba Terbaru datangnya dari Facebook yang di katakan telah adanya peredaran dan penjualan yang marak berjenis Narkoba. Dan hal ini kini semakin di usut dan di awasi oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dan langsung bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk menemukan jaringan secara online penjualan Narkoba. Brigadir Jenderal Benny Mamoto, Direktur penindakan dalam kasus Narkoba BNN mengatakan akan terus melacak sumber penjualan Narkoba di Facebook tersebut. Menurut Mamoto modus ini berjenis dan menggunakan layanan jaringan sosial seperti Facebook ini, para pengedar langsung menggunakan perempuan atau wanita sebagai kurirnya. Diketahui sebanyak 200 orang wanita di Indonesia di tahun 2005 telah di ketahui di manfaatkan oleh pengedar menjadi sebagai kurir atau perantara untuk Narkoba, dengan banyak cara seperti kurir wanita tersebut akan di hamili dan kasus tersebut baru saja terjadi pada seorang wanita bernama Fabiola Dermawan yang tertangkap di Cina dengan membawa Heroin dalam keadaan hamil. Fabiola Dermawan ini sempat tertangkap dengan membawa barang bukti di badannya, dan untuk hukum di Cina itu sendiri peraturan yang berlaku perempuan Hamil tidak boleh di tuntut dan hanya boleh di bawa pulang atau ‘Deportasi’ Akhirnya sesampainya Fabiola Dermawan ke Indonesia, BNN menyeret Fabiola ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk di adili. Fenomena dalam bisnis Narkoba tersebut selalu menyeret anak-anak dan wanita untuk di jadikan sebagai korban dan dimanfaatkan untuk perantara barang haram narkoba tersebut. Kini di Indonesia pemakai ataupun pengguna Narkoba dikatakan telah mencapai 3,8 juta orang atau 2,2 persen dari seluruh penduduk Indonesia.(BY PACEH - PACEH ISA : FB)

Gejala pemakai "NARKOBA"


Bangkitnya generasi emas tanpa narkoba
Gejala-Gejala Pemakaian Narkoba Yang Berlebihan

1. Opiat (heroin, morfin, ganja)
- perasaan senang dan bahagia
- acuh tak acuh (apati)
- malas bergerak
- mengantuk
- rasa mual
- bicara cadel
- pupil mata mengecil (melebar jika overdosis)
- gangguan perhatian/daya ingat

2. Ganja
- rasa senang dan bahagia
- santai dan lemah
- acuh tak acuh
- mata merah
- nafsu makan meningkat
- mulut kering
- pengendalian diri kurang
- sering menguap/ngantuk
- kurang konsentrasi
- depresi

3. Amfetamin (shabu, ekstasi)
- kewaspadaan meningkat
- bergairah
- rasa senang, bahagia
- pupil mata melebar
- denyut nadi dan tekanan darah meningkat
- sukar tidur/ insomnia
- hilang nafsu makan

4. Kokain
- denyut jantung cepat
- agitasi psikomotor/gelisah
- euforia/rasa gembira berlebihan
- rasa harga diri meningkat
- banyak bicara
- kewaspadaan meningkat
- kejang
- pupil (manik mata) melebar
- tekanan darah meningkat
- berkeringat/rasa dingin
- mual/muntah
- mudah berkelahi
- psikosis
- perdarahan darah otak
- penyumbatan pembuluh darah
- nystagmus horisontal/mata bergerak tak terkendali
- distonia (kekakuan otot leher)

5. Alkohol
- bicara cadel
- jalan sempoyongan
- wajah kemerahan
- banyak bicara
- mudah marah
- gangguan pemusatan perhatian
- nafas bau alkohol

6. Benzodiazepin (pil nipam, BK, mogadon)
- bicara cadel
- jalan sempoyongan
- wajah kemerahan
- banyak bicara
- mudah marah
- gangguan pemusatan perhatian

"Pengen Senang Kok Narkoba"
 . by fb.com



Rabu, 28 Maret 2012

Politik dan BBM


Politik dan BBM
A ZAZULI Mahasiswa Universitas Sunan giri Surabaya
SUMBER : SINDO, 29 Maret 2012



Pusaran perubahan kembali menghantam Indonesia. Setelah pasaran automotif berjaya pada 2011, kini harga bahan bakar minyak (BBM) dunia bergerak naik.
Ketika negara-negara tetangga menjadikan kebijakan kenaikan harga BBM-nya secara lebih independen dan fleksibel dalam pengambilan keputusan, di Indonesia justru sebaliknya. Demikian pula ketika perekonomian Indonesia menapak naik,persaingan justru semakin meningkat, dari luar dan dari dalam. Ketika demokrasi berkembang tanpa arah, teknologi membuka semua dinding rahasia.

Menjadi sangat terbuka dan cepat berubah. Pusaran perubahan tengah dialami oleh hampir semua sektor usaha, besar maupun kecil. Perasaan gundah bukan hanya ada di pikiran CEO atau para pemilik perusahaan, melainkan juga para manajer dan pegawai di bawah. Dirasakan oleh para guru dan dosen, hakim dan jaksa, serta para pemimpin pusat maupun daerah.

Statistik ekonomi yang membaik justru bisa menimbulkan pusaran baru. Kepada setiap orang yang berada di dalam pusaran perubahan, setidaknya tiga hal ini perlu diketahui. Pertama, persoalan perubahan yang penting bukanlah soal “memasuki dunia baru”, melainkan bagaimana “membuang” kebiasaan-kebiasaan lama.

Kedua, perubahan menuntut hati yang bersih. Seberapa hebatnya prestasi perubahan yang Anda berikan, kalau tidak dilakukan sepenuh hati dan seputih kapas, Anda akan tergulung arus balik perubahan. Lantas ketiga, dalam setiap perubahan yang paling menentukan adalah self management.

Membuang Kebiasaan Lama

Anda tentu masih ingat bagaimana orang tua memberi iming-iming agar Anda siap memasuki dunia baru. Hadiah bila naik kelas, pesta sunatan, cincin kawin, dan tentu saja permen manis agar tidak menangis sehabis menerima suntikan imunisasi. Iming-iming seperti itu diteruskan para pelaku ekonomi.

Termasuk agar Anda mau menerima kenaikan harga BBM. Ada paket Bantuan Langsung Sementara Masyarakat dan samar-samar terdengar ada paket jalan-jalan untuk rektor dan aktivis-aktivis mahasiswa, konon pula ada “hadiah”bagi oknum anggota partai politik yang tidak menentang kebijakan ini.Namanya juga konon,bisa betul bisa juga wallahu a’lam. Tapi bagaimana membuang kebiasaan lama?

Ampun, ini memang masalah besar yang bisa menjadi penghalang. Manusia sulit sekali membuang kebiasaan-kebiasaan lamanya, apalagi pikiran-pikiran lamanya. Perubahansetidaknya memiliki dua dimensi, yaitu dimensi berubah (changing) dan dimensi tidak berubah (not changing). Pengalaman saya membantu lembaga-lembaga nasional melakukan perubahan menunjukkan, sebagian besar kita lebih banyak menaruh perhatian pada aspek dimensi yang pertama (changing).

Changing memiliki the plus side (persepsi terhadap manfaatperubahan) dan thenegative side (persepsi terhadap biaya, upaya, dan risiko-risiko bila Anda berubah). Padahal not changing juga penting.Manusia juga menimbang-nimbang apa plus-minusnya bila ia tidak berubah. Selama benefit terhadap adanya perubahan lebih besar dari cost-nya, kita sering berpikir bahwa manusia sudah pasti siap untuk berubah.

Padahal dalam kenyataannya tidak demikian. Manusia ternyata juga menimbangnimbang the plus side of not changing (manfaat kalau tidak berubah) dan the negative side of not changing (ruginya bila tidak berubah). Pusing ya? Begitulah perubahan. Selama the plus side of changing tidak diimbangi dengan the negative side of not changing, manusia Akan tetap berada “di dunia lama”. Hidup dalam aturan dan cara berpikir lama. Jadi cost-benefit analysis saja tidak cukup.

Untuk meninggalkan dunia lama,manusia perlu diberi tahu konsekuensi- konsekuensi negatif apa yang akan ia terima bila ia tidak berubah. Jadi melihat keindahan di depan tembok saja belum tentu membuat seorang anak melompat ke atas tembok setinggi dua setengah meter.Ia baru melompat kalau pantatnya akan digigit anjing besar bertaring tajam yang mengejar di belakangnya. Diberi tahu saja tidak cukup. Manusia perlu dibukakan matanya, yaitu melihat apa yang tidak atau belum terlihat.

Hati Bersih

Belakangan saya juga bertemu dengan orang-orang yang mengaku berhasil melakukan perubahan. Hasilnya mungkin saja mengagumkan.Tapi yang menarik perhatian saya,orangorang ini terbentur oleh kejadian- kejadian negatif. Kejadian-kejadian negatif bisa berakibat karya perubahan menjadi sia-sia.Tapi sepanjang Anda melakukannya dengan sepenuh hati,sesungguhnya Anda tidak perlu bercemas hati.Kebenaran akan menemukan pintunya sendiri.

Semua itu hanya mungkin dibersihkan oleh hati yang bersih. Hanya pemimpin-pemimpin yang melakukan perubahan dengan keikhlasan dan cinta pada perubahan yang akan selamat mengawal perubahan. Mudah kita membedakan mana pemimpin yang cinta jabatan dan mana yang cinta perubahan. Orang yang mengaku cinta perubahan bisa saja sesungguhnya pencinta jabatan yang bertarung habis-habisan mempertahankan kekuasaannya. Kalau Anda cinta perubahan, Anda akan siap terhadap kemungkinan Anda hanya bisa memimpin satu kali. Ada melakukan people development dan Anda menjaga reputasi sekuat tenaga karena tanpa reputasi kekuasaan tak punya gigi.

Self Management

Di mana peran Anda dalam pusaran perubahan ini? Praktik- praktik yang ada umumnya mengacu pada literatur-literatur dan best practice yang seakanakan menempatkan semuaorang sebagai change agents atau change leaders. Padahal sebagian besar orang bukan pemimpin dantakterpilihmenjadi change agent dalam perubahan.

Apa yang harus Anda lakukan? Pengalaman saya menemukan orang-orang yang berada di dalam pusaran perubahan bukan hanya terdiri atas mereka yang menentang perubahan, melainkan karena mereka tidak terbiasa “melihat” apa yang “tidak” atau “belum” terlihat. Berbagai latihan umumnya sangat diperlukan untuk melatih karyawanagarmampu “melihat”, bahkan “mendengar” yang “belum”atau “tak terdengar”.

Melalui berbagai pelatihan, pegawai dilatih agar memiliki sikap proaktif yang melekat pada diri setiap individu. Pelatihan-pelatihan seperti itu menjadi penting di era performance management tidak lain karena setiap orang telah berubah menjadi manusia robotic yang hanya peduli dengan indikator-indikator kinerja utamanya atau yang biasa dikenal dengan istilah KPI (key performance indicator).

Ketika manusia terlalu fokus pada pekerjaannya atau apa yang ditugaskan kepadanya (dalam birokrasi dikenal dengan istilah tupoksi), maka biasanya mereka tidak mampu melihat hal-hal yang berada di luar titik fokusnya. Maka latihlah diri Anda agar mampu “melihat” yang tak terlihat dan “mendengar” apa yang tak terdengar. Hanya orang-orang yang memiliki keberanianlah yang mampu melihat hal-hal yang tak terlihat. Dan hanya merekalah yang mampu membawa diri dalam pusaran perubahan.

Mereka bukan hanya bisa beralih memasuki dunia baru dengan selamat, melainkan juga meninggalkan dunia lama dengan penuh kedamaian. Itulah yang membedakan seorang winner (pemenang) dengan seorang looser (pecundang). Pemenang melenggang riang, pecundang bicara kotor dengan umpatan yang tak tersalurkan. Selamat menjalankan perubahan. ●

Selasa, 27 Maret 2012

diklatama DKC CBP-KKP Kab. malang


L-CBP-KKP merupakan  Lembaga Semi Otonom Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama-Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama’ (PC.IPNU-IPPNU) Kabupaten Malang, Dewan Koordinasi Cabang Corp (DKC) Brigade Pembangunan (CBP) dan Korp kepanduan Putri (KKP) IPNU-IPPNU Kabupaten Malang telah merealisasikan  Pendidikan dan Pelatihan Tingkat Pertama (Diklatama) III di Bumi Sirkuit Pond Pest al-Huda Kecamatan Wajak Kabupaten Malang, Jum’at-Ahad 23-25 Maret 2012 dengan tema Mencetak Pelajar Militan, Demi Kejayaan Bangsa dan Negara diketuai oleh Rekan Sulton Hasanudin. Acara yang dibuka oleh ketua PCNU Kab. Malang Bibit Suprapto, SH, M.Si ini diikuti sekitar 150 peserta, ditekankan untuk membentuk mental agar dalam menjadi anggota CBP-KKP benar-benar dapat menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya dan dapat di andalkan dengan menerima beberapa materi dari narasumber-narasumber handal yaitu Ke-IPNU-IPPNU-an oleh PW IPNU-IPPNU Jawa Timur, Ke-CBP-KKP-an oleh DKW CBP-KKP Jawa Timur, Sosialisasi Uang asli dan palsu oleh Bank Indonesia Cabang Malang, Dasar Bela Diri oleh DKC CBP Kabupaten Malang, Baris-berbaris dan Protokoler DKC CBP Kabupaten Malang, Mitigasi bencana alam BPBD Kabupaten Malang, Managemen Relawan oleh SER NU Jawa Timur, Wawasan Kebangsaan oleh PC Ansor Kabupaten Malang, Ilmu Kebangsaan Digital oleh SER MA, Aswaja dan Ke-NU-an oleh PC NU Kabupaten Malang, Advokasi Bencana oleh LPBI Kabupaten Malang, dan Rapling (Vertical Rescue) oleh DKW CBP-KKP Jawa Timur. Dalam pembentukan mental banyak hal yang diberikan oleh para trainer. Diantaranya adalah pemberian Konsekwensi apabila telah melanggar aturan yang sudah ditentukan. Selain itu kita juga dilatih tentang sebuah arti kebersamaan dalam sebuah team (team work), hal ini diwujudkan dengan makan bersama dengan semua anggota team dengan wadah baki (lengser) untuk tempat makannya pun kita tidak hanya didalam ruangan, tetapi diluar ruangan seperti lapangan. Hal ini juga memberikan pembelajaran bagi kita untuk selalu ingat pada Allah dalam naungan selalu bersyukur kepadaNya dalam kondisi bagaimanapun. Tidak hanya itu, dalam diklat ini kita juga diajari sebuah arti perjuangan. Hal ini ditunjukkan pada pengambilan kaos CBP-KKP. Untuk mendapat kostum kebesaran CBP-KKP, semua peserta di wajibkan menempuh serangkaian sesion ujian untu mendapatkan kaos tersebut. Selain berjuang mendapatkan kaos, peserta juga harus berjuang mendapatkan scraft pada malam kedua yaitu haeking malam penjelajahan dengan medan yang terjal dan gelap gulita dengan modal satu buah lilin saja. Ada beberapa pos yang harus dilewati peserta, pos pertama peserta diuji untuk mereview selruh materi yang sudah didapat. Pada pos kedua peserta diuji tentang materi CBP-KKP. Dan di pos ketiga peserta diuji mental maupun spiritual nya dengan suasana malam yang sunyi dan dingin semua peserta basah kuyup dan kotor karena harus melewati arena yang berlumpur. Para instruktur menanamkan pada peserta untuk mengenal dengan alam dan lebih dekat dengan alam ini. Hal ini memang membuat peserta lelah dan emosi, meskipun demikian semua rangkaian acara tersebut memberikan pelajaran yang sangat berharga dalam berjuang di dalam hidup ini demi asa dan cita-cita.
Selain menerima ilmu dari para nara sumber, peserta juga diajak mengaplikasikan apa yang sudah didapat dari nara sumber pada kegiatan Diklatama III ini mulai dari bongkar pasang tenda, trease, evakuasi sampai Simulasi Bencana Alam.


Ketua PC. IPPNU Kab. Malang, Aida Faradhila, mengatakan Diklatama ini dimaksudkan memberi bekal kepanduan, kedisplinan, kemanusiaan, pengabdian alam dan lingkungan hidup serta menciptakan generasi IPNU-IPPNU militan serta mampu mengemban amanah Nahdlatul Ulama’ yang berfaham Ahlussunnah.
“Melalui Diklatama ini kader CBP dan KKP IPNU IPPNU nantinya bisa membentuk karakter, watak dan dedikasi maupun loyalitas terhadap organisasi dan masyarakat,serta berguna dan menjadi pelopor pembangunan kepemudaan daerah dan peduli lingkungan” ujar Aida.
Ia menjelaskan bahwa sebagai kader inti, CBP dan KKP harus memiliki wawasan kebangsaan dan bela negara, ke NU an, santun dan cinta kepada lingkungan serta memiliki ketrampilan yang mumpuni.




Komandan DKC CBP Kabupaten Malang Ahmad Zazuli mengatakan diklatama merupakan prioritas program CBP dan KKP guna memberikan pemahaman mengenai wawasan pengetahuan dan bekal ketahanan mental maupun spiritual yang nantinya siap di amalkan di masyarakat umum sebagai generasi yang siap membangun watak NUsa dan bangssa ,tidak hanya itu saja namun kader CBP-KKP IPNU-IPPNU harus siap mengabdikan diri kepada masyarakat .sebagai relawan pelajar ,yang di bekali dengan ilmu dasar ke BENCANAAN karena isu yang dianggap serius oleh dunia internasional.
“Diharapkan kader-kader CBP dan KKP bisa menjadi kader yang siap sigap dan tanggap akan keadaan lingkungan yang membutuhkan bantuan,”( khoirunnasi annfauhum linnasy ) ujarnya.
Sementara itu, pada akhir kegiatan diklatama ini ditutup dengan kegiatan apel penutupan yang ditutup oleh SER NU Jawa Timur dan pembentukan Tim Rencana Tindak lanjut (RTL) DIKLATAMA III dengan ketua terpilih yaitu Agus Supriono perwakilan dari DKAC Poncokusumo dengan dipimpin langsung oleh DKC. CBP-KKP Kab. Malang, acara ini berlangsung meriah dan lancar dengan dukungan panitia yang kompak dan para alumni yang hadir.
“Harapan dari kami yaitu semoga setelah DIKLATAMA berakhir kalian tidak hanya sampai disini, tidak hanya mendapatkan piagam, tidak hanya mendapatkan banyak teman baru namun kalian harus mengamalkan dan melanjutkan perjuangan CBP-KKP kedepan dengan kegiatan yang terbaik bagi semua, semoga kalian bisa menjadi contoh bagi pelajar yang lain dan bisa merubah diri kalian setelah ini untuk menjadi lebih baik lagi.”


kata M. Faizul Fuad Ketua PC.IPNU Kab. Malang dalam sambutan apel penutupan Diklatama III.
Semoga kami tetap menjaga semangat di dada kami dan selalu ada moto dalam jiwa kami yaitu tetap “Belajar, Berjuang Bertaqwa dan mengabdi” dalam keadaan susah maupun senang.
Oleh Ika Rosaria Fathony Sekretaris PC IPPNU Kab. Malang 2010-2012

Kamis, 15 Maret 2012

Kenakalan Remaja

Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja

(juvenile delinquency) adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa.

Sedangkan Pengertian kenakalan remaja Menurut Paul Moedikdo,SH adalah :

1. Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi anak-anak merupakan kenakalan jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya dan sebagainya.
2. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbulkan keonaran dalam masyarakat.
3. Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial.

Faktor-faktor penyebab kenakalan remaja.
- reaksi frustasi diri
- gangguan berpikir dan intelegensia pada diri remaja
- kurangnya kasih sayang orang tua / keluarga
- kurangnya pengawasan dari orang tua
- dampak negatif dari perkembangan teknologi modern
- dasar-dasar agama yang kurang.
- tidak adanya media penyalur bakat/hobi
- masalah yang dipendam
- keluarga broken home
- pengaruh kawan sepermainan
-dll

Contoh / Jenis-jenis Kenakalan remaja :
- membolos sekolah
- kebut-kebutan di jalanan
- Penyalahgunaan narkotika
- perilaku seksual pranikah
- perkelahian antar pelajar
-dll

Tips untuk mencegah dan mengatasi kenakalan remaja
- Orang tua harus selalu memberikan dan menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya kepada anaknya. Jadilah tempat curhat yang nyaman sehingga masalah anak-anaknya segera dapat terselesaikan.
- Perlunya ditanamkan dasar agama yang kuat pada anak-anak sejak dini.
- Pengawasan orang tua yang intensif terhadap anak. Termasuk di sini media komunikasi seperti televisi, radio, akses internet, handphone, dll.
- Perlunya materi pelajaran bimbingan konseling di sekolah.
- Sebagai orang tua sebisa mungkin dukunglah hobi/bakat anak-anaknya yang bernilai positif. Jika ada dana, jangan ragu-ragu untuk memfasilitasi hobi mereka, agar anak remaja kita dapat terhindar dari kegiatan-kegiatan negatif.
-dll

Itulah yang dapat saya paparkan tentang kenakalan remaja, mulai dari pengertian kenakalan remaja, Faktor-faktor penyebab kenakalan remaja, Contoh / Jenis-jenis Kenakalan remaja sampai dengan Tips untuk mencegah dan mengatasi kenakalan remaja. Semoga bisa bermanfaat bagi pembaca. Masukan-masukan sangat diterima sebagai bahan perbaikan dari artikel ini, karena mungkin banyak terdapat kekurangan di sana-sini.

Apa saja Teori-Teori Sosiologi

Ahmad jazuli

Ilmu Sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari kehidupan sosial manusia. Dalam ilmu komunikasi, sosiologi merupakan ilmu yang sangat penting, karena bagi saya mahasiswa ilmu Komunikasi, berjumpa dengan banyak orang dan melakukan interaksi sosial dengan mereka adalah hal yang akan sering saya paktekkan, oleh sebab itu sosiologi sangat perlu untuk saya pelajari dan mengerti.

Dalam Sosiologi komunikasi, ada banyak sekali teori-teori yang perlu saya mengerti. Melalui tugas Sosiologi Komunikasi ini, saya akan menjabarkan beberapa teori sosiologi yang dapat diaplikasikan dengan ilmu komunikasi.

1. Teori Sosiologis (pengantar mengenai seluruh teori sosiologi):

Sosiologi bertitik tolak pada pola-pola interaksi sosial. Namun, masalah interaksi sosial boleh dikatakan, merupakan hal yang seolah-olah tanpa batas, oleh karena menyangkut seluruh kehidupan sosial manusia.

Teori Sosiologis sebenarnya merupakan hasil kegiatan ilmiah untuk menyatukan fakta tertentu sedemikian rupa, sehingga lebih mudah untuk mempelajari keseluruhannya. Teori Sosiologis dibentuk dengan tujuan untuk:

1. Mengklasifikasikan dan mengorganisasikan gejala-gejala sedemikian rupa.

2. Menjelaskan sebab-sebab terjadinya gejala-gejala tertentu pada masa lampau

3. Memahami mengapa dan bagaimana seharusnya gejala-gejala tertentu terjadi atau berlangsung.

Teori Sosiologis berorientasi pada pemberian perspektif berbeda terhadap perilaku nyata manusia. Ada banyak sekali teori sosiologi, dan besar kemungkinan suatu teori akan sangat sulit untuk dipahami, oleh karena itu dapat digunakan teori lain sebagai alternatifnya. Kadang-kadang bahkan terjadi konflik antar teori, walaupun gejala yang dipelajari sebenarnya sama. Oleh karena itu ada baiknya untuk mengetengahkan beberapa perspektif, yang merupakan pokok-pokok dari teori-teori tertentu yang dianggap mempunyai orientasi yang sama.

KESIMPULAN: Teori Sosiologis adalah teori yang sangat luas dan membahas mengenai interaksi antar manusia. Teori Sosiologi terdiri dari banyak teori, dan terkadang dibutuhkan teori lain sebagai alternatif untuk memahami sebuah teori karena beberapa teori memang sangat sulit untuk dipahami. Dalam teori sosiologis, beberapa teori juga dapat ditentang oleh teori lain, jadi harus diperhatikan perspektif untuk memahami suatu teori dengan teori lain yang memiliki orientasi yang sama.

2. Teori Struktural Fungsional

”Fungsionalisme struktural adalah satu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang.” Kata Robert Nisbet (Dikutip dari Turner and Maryanski, 1979).

Kingsley Davis (1959) dan Alvin Goulduer (1970) berpendapat bahwa ”Fungsionalisme struktural adalah sinonim dengan sosiologi”, pendapat yang secara tersirat menyerang sosiologi barat Talcott Parsons melalui analisis kritis terhadap fungsionlaisme struktural.

Wilbert Moore yang sangat memahami teori ini, dengan dua pengamat lain menyatakan, ”Fungsionalisme struktural sebagai teori sosiologi telah merosot arti pentingnya, bahkan telah menjadi sesuatu yang memalukan dalam perkembangan teori sosiologi masa kini. Fungsionalisme Struktural sebagai sebuah teori yang bersifat menjelaskan kami kira sudah ’mati’, dan upaya untuk menggunakan fungsionalisme sebagai penjelasan teoritis harus ditinggalkan dan mencari perspektif teoritis lain yang lebih memberi harapan”.

Menanggapi tentang Teori Fungsional, Demerath dan Peterson (1967) berpandangan lebih positif. Mereka menyatakan bahwa Fungsionalisme struktural belum mati. Teori ini mungkin dapat dikembangkan menjadi teori lain sebagaimana teori ini dikembangkan dari pemikiran organisme lebih awal.

Sebenarnya apa yang dibahas dari Teori Struktural Fungsional ini? Melihat pendapat-pendapat para ahli dan pengamat di atas, tampaknya teori ini merupakan teori sosiologi yang menimbulkan banyak pro dan kontra.

Yang pokok dari perspektif ini, adalah pengertian sistem yang diartikan sebagai suatu himpunan atau kesatuan dari unsur-unsur yang saling berhubungan selama jangka waktu tertentu, atas dasar pada pola tertentu. Lembaga sosial sebagai unsur struktur, dianggap dapat memenuhi kebutuhan kelangsungan hidup dan pemeliharaan masyarakat. Setiap lembaga sosial mempunyai fungsinya masing-masing dan dalam hubungan antara satu dengan lainnya. Oleh karena para Sosiolog yang berpendirian demikian mempunyai perhatian utama terhadap struktur dan fungsinya, maka perspektif itu disebut Teori Struktural Fungsional.

Tokoh-tokoh teori ini antara lain Talcott parsons, Kingsley davis, dan Robert K. Merton.

KESIMPULAN: Teori Struktural Fungsional adalah teori yang menjelaskan bahwa ada suatu sistem dalam struktur sosial, dimana sistem ini mengatur sehingga tiap anggota memiliki pekerjaannya masing-masing dan tiap anggota harus menjalankan bagiannya masing-masing. Namun walau terpisah-pisah, mereka tetap merupakan suatu himpunan yang harus bekerjasama dan berhubungan antara yang satu dengan yang lain (saling mempengaruhi).

3. Teori Konflik

Di dalam suatu masyarakat dapat dijumpai hal-hal yang dianggap baik, namun ada golongan-golongan tertentu yang merasa dirugikan. Contohnya kekayaan material, kekuasaan, kedudukan, dan lain sebagainya. Hal ini menimbulkan pertikaian atau konflik.

Konflik mencakup satu proses, dimana terjadi pertentangan hak atas kekayaan, kekuasaan, kedudukan, dan seterusnya, dimana salah satu pihak berusaha menghancurkan pihak lain.

Karl Marx dan Friedrich Engels dalam ”Communist Manifesto” (1848) menganggap bahwa proses terpenting dalam masyarakat adalah terjadinya pertentangan kelas / Class Struggle. Menurut Marx dan Engels, maka suatu golongan yang memerintah mempunyai kedudukan tersebut, oleh karena menguasai sarana produksi yang penting bagi kelangsungan hidup masyarakat. Walaupun pertentangan kelas merupakan titik sentral dari teori Marx, akan tetapi kebanyakan sosiolog kontemporer meninjau konflik yang terjadi antara golongan ras berbeda, agama yang berbeda, antara produsen dengan konsumen, dan seterusnya.

Teori konflik menyediakan alternatif terhadap fungsionalisme struktural. Teori ini lebih merupakan sejenis fungsionalisme struktural yang angkuh ketimbang teori yang benar-benar berpandangan kritis terhadap masyarakatnya. Teori ini merupakan karya Ralf Dahrendorf. Dalam karyanya, pendirian teori konflik dan teori fungsional disejajarkan.

Menurut para fungsionalis, masyarakat adalah statis atau masyarakat berada dalam keadaan berubah secara seimbang. Tetapi menurut Dahrendorf dan teoritisi konflik lainnya, setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan. Teoritisi konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Mereka melihat berbagai elemen kemasyarakatan menyumbang terhadap disintegrasi dan perubaan. Teoritisi konflik melihat apapun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas. Mereka juga menekankan pada peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.

Kelompok, konflik, dan perubahan. Selanjutnya Dahrendorf membedakan 3 tipe utama kelompok, yaitu kelompok semu, kelompok kepentingan, dan kelompok konflik atau kelompok yang terlibat dalam konflik kelompok aktual.

Aspek terakhir dari teori konflik Dahrendorf adalah hubungan konflik dengan perubahan. Dalam hal ini Dahrendorf mengakui pentingnya pemikiran Lewis Coser yang memusatkan perhatian pada fungsi konflik dalam mempertahankan status quo. Namun Dahrendorf menganggap fungsi konservatif dari konflik hanyalah satu bagian realitas sosial; konflik juga menyebabkan perubahan dan perkembangan.

Tokoh-tokoh dari Teori Konflik adalah C. Wright Mills, Tom B. Bottomore, Ralf Dahrendorf, Randall Collins, dan juga Richard P. Appelbaum.

KESIMPULAN: Inti dari Teori Konflik adalah, di masyarakat selalu akan ada kelompok atas yang menguasai kelompok bawah, kelompok ini dibagi berdasarkan kekuasaan, kemampuan, kekayaan, kekuatan, dsb. Kelompok bawah (yang lemah) akan ”ditindas” dan menjalankan kehendak kelompok atas. Fenomena ini akhirnya memicu pertikaian / konflik antar kelompok.

4. Authority Theory

Teori Otoritas juga dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf dan merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari teori konflik. Membahas teori Otoritas, Dahrendorf memusatkan perhatian pada struktur sosial yang lebih luas. Inti tesisnya adalah gagasan bahwa berbagai posisi di dalam masyarakat mempunyai kualitas otoritas berbeda. Otoritas tidak terletak di dalam diri individu, tetapi di dalam posisi.

Dahrendorf tidak hanya tertarik pada struktur posisi, tetapi juga pada konflik antara berbagai struktur posisi itu: ”Sumber struktur konflik harus dicari di dalam tatanan peran sosial yang berpotensi untuk mendominasi atau ditundukkan”. Menurut Dahrendorf, tugas pertama analisis konflik adalah mengidentifikasikan berbagai peran otoritas di dalam masyarakat.

KESIMPULAN: Dalam kehidupan sosial, kehebatan manusia tidak terletak pada diri individu tersebut, tetapi terletak pada posisi / jabatan individu tersebut di dalam masyarakat.

5. Teori Interaksi-Simbolis

Suatu premis fundamental dalam sosiologi adalah bahwa segala makhluk merupakan makhluk sosial, sedangkan dasar kehidupan bersama dari manusia adalah komunikasi, terutama lambang-lambang, sebagai kunci untuk memahami kehidupan sosial manusia.

George Herbert Mead mangatakan ”Manusia mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan pihak-pihak lain, dengan perantaraan lambang-lambang tertentu yang dipunyai bersama”. Mead menyatakan bahwa lambang-lambang, terutama bahasa tidak hanya merupakan sarana untuk mengadakan komunikasi antar pribadi, tetapi juga untuk berpikir.

Manusia mungkin saja berbicara dengan dirinya sendiri dan menjawab pertanyaan-pertanyaannya sendiri. Dengan cara demikian seseorang menyesuaikan perlakunya dengan perilaku pihak lain.

Tokoh-tokoh teori Interaksi-Simbolis adalah Manford H. Kuhn, Herbert Blumer, Ralph H. Turner, Howard S. Becker, dan Norman K. Denzin.

KESIMPULAN: Segala makhluk hidup baik itu manusia, hewan, dan tumbuhan, adalah makhluk sosial. Yang membedakan adalah komunikasi. Manusia berkomunikasi dengan simbol-simbol tertentu, baik itu huruf, musik, gambar, ataupun bahasa.

6. Social-Exchange Theory

Di dalam pergaulan hidup manusia, maka terdapat suatu kecenderungan yang kuat bahwa kepuasan dan kekecewaan bersumber pada perilaku pihak lain terhadap dirinya sendiri. Timbulnya rasa cinta, stimulasi intelektual, persahabatan, rasa harga diri, dan seterusnya, merupakan akibat dari perilaku pihak lain terhadap diri sendiri.

Dasar teori ”Social-Exchange” yang dikemukakan oleh James W. Vander Zanden (1979) adalah: ”... People are viewed as ordering their relationships with others in terms of a sort of mental bookkeeping that entails a ledger of rewards, costs, and profits.”

Kalau seseorang menghendaki keuntungan dari sebuah hubungan, dia harus pula bersedia untuk berkorban, atau mengusahakan agar pihak lain merasa beruntung. Mengenai hal ini, Peter Blau menyatakan: “The more people have to offer, the more demand there will be for their company. Accordingly, others will themselves have to offer more before they can hope to win such people’s friendship. In this fashion the principle of supply and demand insures that people will get only partners as desirable as they deserve.”

Tokoh-tokoh dalam Teori Social-Exchange adalah Peter Blau, James W. Vander Zanden, James S. Coleman, George C. Homans, serta Peter P. Ekeh.

KESIMPULAN: Secara sosial, demi memperoleh suatu kepuasan dari hubungan dengan orang lain, maka kita perlu memuaskan orang lain terlebih dahulu, maka barulah kita akan dipuaskan lewat hubungan sosial itu (hubungan timbal-balik, kita menyenangkan, barulah kita disenangkan).

7. Mead Theory

George Herbert Mead menyatakan teori tentang manusia yang disebut Teori Mead. Teori Mead berkembang dalam konteks alam pikiran dari teori Darwin (pencetus Teori Evolusi). Mead berusaha untuk memberikan keyakinan bahwa manusia merupakan makhluk yang paling rasional dan memiliki kesadaran akan dirinya. Mead menerima pandangan Darwin yang menyatakan bahwa dorongan Biologis memberikan motivasi bagi perilaku manusia. Dia menambahkan bahwa dorongan-dorongan tadi juga mempunyai sifat sosial, oleh karena rasa lapar, kegairahan seksual, dan lain sebagainya memerlukan pihak lain agar terjadi kepuasan. Yang sangat penting adalah modifikasi mead terhadap pendapat Darwin mengenai komunikasi, yang menyatakannya sebagai ekspresi dari perasaan. Akan tetapi masih banyak hal-hal yang belum jelas, yaitu apabila tanda-tanda dan lambang-lambang komunikasi hanya dikaitkan dengan perasaan pribadi.

Suatu perbuatan yang dilakukan seseorang dalam hubungan dengan pihak lain disebut gerakan. Gerakan-gerakan tersebut baik yang bersifat lisan maupun tidak, cenderung merupakan lambang-lambang, artinya gerakan-gerakan tersebut masing-masing mempunyai makna tertentu, khusus bagi gerakan tersebut. Pada dasarnya, hal-hal yang dilakukan hewan semata-mata didasarkan pada naluri. Misalnya seekor anjing akan melakukan gerakan-gerakan yang merupakan tiruan dari anjing lain, untuk menyesuaikan diri. Akan tetapi semua itu bersifat instruktif. Pada hewan tersebut, sama sekali tidak ada suatu kesadaran akan dirinya sendiri.

Interaksi antar manusia di dalam prosesnya, mungkin berisikan kesadaran diri yang berbeda-beda kualitasnya. Menurut Mead, kemampuan-kemampuan tadi memerlukan daya pikir tertentu, khususnya daya pikir reflektif. Oleh karena itu, maka esensi kesadaran diri menurut Mead adalah suatu pengakuan terhadap hakekat diri sebagaimana dianggap oleh pihak-pihak lain.

KESIMPULAN: Manusia adalah makhluk yang sangat rasional dan menyadari keberadaan dirinya. Tiap tindakan yang dilakukan oleh manusia benar-benar disadari dan dimengerti oleh manusia tersebut (berbeda dengan hewan yang bertindak tanpa mengerti akibat dari tindakannya).

8. Goffman Theory

Erving Goffman adalah tokoh yang membuat analogi antara kehidupan sehari-hari dengan sebuah pertunjukan atau pementasan sandiwara.

Goffman telah berhasil untuk membuat suatu generalisasi. Setiap orang dari kategori tersebut rata-rata mempunyai suatu stigma, oleh karena identitas sosialnya didominasikan oleh satu aspek saja. Salah satu akibatnya adalah, bahwa orang-orang yang telah diberi stigma akan mencari dan kemudian bergabung dengan orang-orang yang nasibnya sama, semacam pengesahan terhadap stigma tersebut.

KESIMPULAN: Manusia adalah makhluk sosial yang secara tidak langsung akan diberi label atau stigma dalam masyarakat, contohnya ‘Orang Kaya’, ‘Kutu Buku’, ‘Anak Nakal’, ‘Olahragawan’, dsb. Tanpa disadari pula, dalam masyarakat, orang-orang ini akan mencari orang lain yang memiliki stigma yang sama dan akhirnya membentuk suatu kelompok karena merasa ada kesamaan nasib (akhirnya menjadi ‘Kelompok Orang Kaya’, ‘Kelompok Kutu Buku’, ‘Kelompok Anak Nakal’, ‘Kelompok Olahragawan’, dsb).

9. Karl Marx Theory

Intinya sederhana, yaitu bahwa harus ada sistem produksi dan distribusi agar manusia dapat bertahan dalam hidupnya. Menurut Marx, maka sistem produksi untuk bagian terbesar ditentukan oleh taraf perkembangan teknologi dari suatu masyarakat. Marx berprefensi, bahwa distribusi dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Manurut kapitalisme, maka distribusi dilakukan sesuai dengan kemampuan warga masyaakat untuk membayar.

Hipotesa marx adalah bahwa apabila golongan proletar merasa dieksploitasikan karena kedudukan kelasnya dalam masyarakat kapitalis, maka mereka akan bangkit untuk menghentikan penindasan yang dilakukan kelas lain yang lebih tinggi (golongan Burjois). Di dalam eksperimen tersebut, peserta yang merasa tertekan oleh asisten, padahal mereka sadar akan kedudukan yang sama, akan bersikap menentang.

KESIMPULAN: Teori Karl Marx ini hampir sama dengan Teori Konflik dari Ralf Dahrendorf, hanya saja teori ini bisa disebut ”kelanjutan” atau hasil akhir dari teori Konflik. Yaitu apabila kaum Proletar (kelas bawah) sudah tertekan oleh kaum Burjois (kelas atas), maka kaum Proletar akan menentang dan berusaha menggulingkan kekuasaan kaum Burjois. Atau jika dalam suatu lingkungan sosial, seseorang merasa tertekan oleh orang lain yang memiliki kedudukan yang sama, orang yang tertekan pada akhirnya akan menentang dan berusaha menjatuhkan orang lain yang menekan.

10. Teori Pembagian Kerja

Teori Pembagian Kerja dikemukakan oleh Durkheim. Durkheim berpendapat bahwa tekanan evolusioner terhadap pekembangan dari peradaban, sebagai hal yang meragukan dasar-dasarnya. Durkheim sangat kritis, terutama terhadap pernyataan bahwa perubahan masyarakat terjadi sebagaimana halnya dengan perubahan-perubahan gejala-gejala non-organis dan psikologis.

Durkheim lebih banyak menonjolkan taraf-taraf perkembangan masyarakat, daripada menggambarkan masyarakat yang semakin lama semakin beradab. Durkheim seringkali menganalisa masyarakat secara biologis dan menggambarkan perkembangan masyarakat sebagaimana pernah dilakukan oleh Spencer.

Durkheim juga mencatat adanya faktor-faktor lain sebagai penyebab terjadinya konflik dalam pembagian kerja. Situasi ditandai dengan pengaruh kehidupan kota yang menular. Digantinya tenaga manusia dengan mesin, menurunnya kebanggaan akan ketrampilan, dan spesialisasi yang semakin meningkat. Hasilnya bukanlah solidaritas, melainkan konflik, oleh karena pelbagai organ masyarakat tidak saling berhubungan, karena tak ada pengaturan.

Hal yang sangat membedakan antara Teori Karl Marx dengan Teori Pembagian Kerja Durkheim adalah:

1. Marx mengakhiri diagnosisnya dengan terapi agar golongan tertekan berjuang, juga secara fisik.

2. Durkheim mengharapkan agar manusia dapat menanggung tekanan sampai kembalinya normalitas dalam masyarakat.

KESIMPULAN: Dalam kehidupan, dunia akan berkembang menjadi semakin modern. Fenomena ini membuat kemampuan dan keterampilan manusia terabaikan karena tenaga manusia digantikan oleh tenaga-tenaga mesin yang canggih. Hal ini menimbulkan tekanan bagi individu-individu yang akhirnya tidak dapat bekerja. Durkheim mengharapkan kumpulan individu yang tertekan tersebut terus menunggu hingga keadaan masyarakat kembali menjadi normal.

11. Teori Stratifikasi Sosial

Dikemukakan oleh Randall Collins, Stratifikasi Sosial adalah institusi yang menyentuh begitu banyak ciri kehidupan seperti ”kekayaan, politik, karier, keluarga, klub, komunitas, gaya hidup”.

Randal Collins menggunakan teori Marx dan Weber sebagai pondasi dari teorinya. Mengenai teori Marx dan Weber yang ia gunakan, Collins memiliki 3 opini:

1. Collins berpendapat bahwa pandangan Marx yang menyatakan kondisi material yang terlibat dalam pencarian nafkah dalam masyarakat modern adalah faktor yang menentukan gaya hidup seseorang.

2. Menurut perspektif Marxian kondisi material tak hanya memengaruhi cara individu mencari nafkah, tetapi juga mempengaruhi ciri-ciri kelompok sosial dalam kelas sosial yang berbeda.

3. Collins menyatakan bahwa Marx juga menunjukkan besarnya perbedaan antara kelas-kelas sosial berdasarkan akses dan kontrol mereka terhadap sistem kultural.

KESIMPULAN: Dalam kehidupan sosial, kondisi material seseorang menjadi tolak ukur dampak orang tersebut dalam masyarakat. Semakin kaya seseorang, maka orang tersebut akan memiliki gaya hidup kelas atas. Semakin kaya, maka orang tersebut akan memiliki lebih banyak akses dan koneksi bisnis. Semakin kaya, maka orang tersebut akan semakin eksklusif dan memiliki kelompok yang terdiri dari orang-orang kelas atas. Semakin kaya seseorang, maka orang tersebut dapat menjadi panutan bagi banyak orang.

12. Teori Stratifikasi Konflik

Kembali dikemukakan oleh Randall Collins, teori ini merupakan pendekatan konflik stratifikasi yang memiliki banyak kesamaan dengan teori fenomenologi dan etnometodologi. Orang dipandang mempunyai sifat sosial (sociable), tetapi juga terutama mudah berkonflik dalam hubungan sosial mereka. Konflik mungkin terjadi dalam hubungan sosial karena ”penggunaan kekerasan” yang selalu dapat dipakai seseorang atau banyak orang dalam lingkungan pergaulan. Collins yakin bahwa orang berupaya untuk memaksimalkan ”status subjektif” mereka dan kemampuan untuk berbuat demikian tergantung pada sumber daya mereka maupun sumber daya orang lain dengan siapa mereka berurusan. Ia melihat orang mempunyai kepentingan sendiri-sendiri; jadi benturan mungkin terjadi karena kepentingan-kepentingan itu pada dasarnya saling bertentangan.

Pendekatan konflik terhadap stratifikasi dapat diturunkan menjadi tiga prinsip, yaitu:

1. Collins yakin bahwa orang hidup dalam dunia subjektif yang dibangun sendiri.

2. Orang lain mempunyai kekuasaan untuk memengaruhi atau mengontrol pengalaman subjektif seorang individu.

3. Orang lain sering mencoba mengontrol orang yang menentang mereka. Akibatnya adalah kemungkinan terjadi konflik antar individu.

KESIMPULAN: Dalam interaksi sosial, tiap individu memiliki pemikiran yang berbeda-beda dengan individu lain. Tiap individu juga memiliki kekuasaan untuk memengaruhi atau mengontrol individu lain, hanya saja banyak individu yang tidak suka diatur dan dikontrol dengan pemikiran orang lain. Permasalahan yang sering terjadi adalah, tiap orang sering mencoba untuk mengontrol orang lain yang pemikirannya tidak sejalan dengan mereka, akibatnya dalam interaksi sosial, sangat sering terjadi konflik antar individu.

13. Teori Pragmatisme

Pragmatisme adalah pemikiran filsafat yang meliputi banyak hal. Ada beberapa aspek pragmatisme yang memengaruhi orientasi sosiologis yang dikembangkan oleh Mead:

1. Menurut pemikiran pragmatisme, realitas sebenarnya tidak berada ”di luar” dunia nyata; realitas ”diciptakan secara aktif sat kita bertindak di dalam dan terhadap dunia nyata”.

2. Manusia mengingat dan mendasarkan pengetahuan mereka mengenai dunia nyata pada apa yang terbukti berguna bagi mereka.

3. Manusia mendefinisikan ”objek” sosial dan fisik yang mereka temui di dunia nyata menurut kegunaannya bagi mereka.

4. Bila kita ingin memahami aktor, kita harus mendasarkan pemahaman itu di atas apa-apa yang sebenarnya mereka kerjakan di dunia nyata.

5. Poin terakhir adalah yang paling menonjol dalam karya filosof pragmatis, John Dewey. Dewey tak membayangkan pikiran sebagai sesuatu atau sebagai struktur, tetapi lebih membayangkan sebagai proses berpikir yang meliputi serentetan tahapan. Tahapan proses berpikir itu mencakup pendefinisian objek dalam dunia sosial, melukiskan kemungkinan cara bertindak, membayangkan kemungkinan akibat dari tindakan, menghilangkan kemungkinan yang tak dapat dipercaya dan memilih cara bertindak yang optimal.

KESIMPULAN: Pemikiran manusia adalah hal yang sangat luas. Terbukti dari manusia dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa mendatang jika di masa kini mereka berbuat seperti ini. Manusa selalu akan mengingat dan mempelajari sesuatu dari pengalaman. Manusia dapat menamakan suatu objek menurut fungsinya (contohnya alat untuk menanak nasi diberi nama ”Rice Cooker”, alat untuk mengeringkan rambut diberi nama ”Hair Dryer”, dsb). Manusia dapat bersikap seperti orang lain yang bukan dirinya sendiri dengan membayangkan seolah-olah dirinya adalah orang lain (kemampuan akting). Manusia lewat pikirannya juga dapat memikirkan sebab-akibat dari tindakannya, dapat menjatuhkan pilihannya dengan tepat, dan masih banyak lagi hal-hal luar biasa yang dapat dilakukan lewat pemikiran manusia.

14. Teori Behaviorisme

Lewis dan Smith menafsirkan bahwa Mead dipengaruhi oleh ”Behaviorisme Psikologis”, sebuah perspektif yang juga membawanya ke arah realis dan empiris. Mead sebenarnya menyebut basis pemikirannya sebagai Behaviorisme Sosial untuk membedakannya dengan Behaviorisme Radikal dari John B. Watson:

1. Teori Behaviorisme Radikal (Oleh John B. Watson): Pemusatan perhatian pada perilaku individual yang dapat diamati. Sasaran perhatiannya adalah pada stimuli atau perilaku yang mendatangkan respon. Penganut Behaviorisme Radikal menyangkal atau tidak mau menghubungkan proses mental tersembunyi yang terjadi di antara saat stimuli dipakai dan respon dipancarkan.

2. Teori Behaviorisme Sosial (Oleh George Herbert Mead): Unit studi adalah ”tindakan” yang terdiri dari aspek tersembunyi dan yang terbuka dari tindakan manusia. Di dalam tindakan itulah semua kategori psikologis tradisional dan ortodoks menemukan tempatnya. Perhatian, persepsi, imajinasi, alasan, emosi, dan sebagainya dilihat sebagai bagian dari tindakan. Karenanya tindakan meliputi keseluruhan proses yang terlibat dalam aktivitas manusia.

KESIMPULAN:

• Teori Behaviorisme Radikal adalah Teori yang memperhatikan tingkah laku manusia yang dapat dilihat, jadi apa tindakan seseorang, dan apakah tindakan orang lain sebagai balasannya. Teori ini tidak mau memperhitungkan pemikiran antara komunikan dan komunikator, yang dilihat hanyalah apa yang terjadi secara fisik.

• Teori Behaviorisme Sosial memiliki inti bahwa tindakan meliputi keseluruhan proses yang terlibat dalam aktivitas manusia. Jadi baik itu tindakan secara fisik, mapun apa yang dipikirkan, diperhatikan, diimajinasikan oleh komunikan maupun komunikator, dilihat sebagai ”tindakan”. Jadi teori Behaviorisme Sosial mempelajari tingkah laku manusia, baik secara fisik, maupun mental.

15. Etnometodologi

Pusat perhatian etnometodologi adalah bagaimana suatu perilaku yang merupakan kebiasaan terjadi atau berlangsung. Seorang etnometodologis mempelajari bagaimana warga masyarakat membentuk dan berpegang pada presumsi , bahwa kehidupan sosial merupakan suatu ciri yang nyata, dengan kata lain Etnometodologi ingin meneliti tingkah laku warga masyarakat yang secara sadar atau tidak sadar membentuk kebiasaan atau menyimpang dari kebiasaan yang merupakan suatu realitas dan tertib sosial tertentu. Tujuan utamanya adalah mengungkapkan latar belakang dari perilaku yang dianggap biasa.

Istilah Etnometodologi (ethnomethodology), yang berakar pada bahasa Yunani, berarti ”metode” yang digunaan orang dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari. Bila dinyatakan secara sedikit berbeda, dunia dipandang sebagai penyelesaian masalah secara praktis secara terus-menerus. Manusia dipandang rasional, tetapi dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari, mereka menggunakan ”penalaran praktis”, bukan logika formula.

Etnometodologi memiliki definisi: ”Kumpulan pengetahuan berdasarkan akal sehat dan rangkaian prosedur dan pertimbangan (metode) yang dengannya masyarakat biasa dapat memahami, mencari tahu, dan bertindak berdasarkan situasi dimana mereka menemukan dirinya sendiri”.

Etnometodologi membicarakan objektivitas fakta sosial sebagai prestasi anggota—Sebagai produk aktivitas metodologis anggota.

Tokoh-tokoh Etnometodologi antara lain Harold Garfinkel, Harvey Sacks, Aaron V. Cicourel, David Sudnow, Hugh Mehan, serta Houston Wood.

KESIMPULAN: Teori Etnometodologi menyatakan bahwa manusia dalam kehidupan sosial bertindak sesuai rutinitas yang sudah menjadi kebiasaan tiap individu. Teori ini mempelajari bahwa manusia secara sadar atau tidak sadar membentuk kebiasaan atau menyimpang dari realitas sosial. Seiring berjalannya waktu, kebiasaan ini akan menjadi rutinitas yang dianggap biasa / normal.

16. Teori Feminis

Teori Feminis berbeda dengan kebanyakan teori sosiologi dalam berbagai hal. Pertama, teori ini adalah pemikiran sebuah komunitas interdisipliner, yang tidak hanya mencakup para sosiolog, tetapi juga sarjana dari disiplin lain seperti penulis kreatif dan aktivis politik. Kedua, sosiolog feminis bekerja dengan agenda ganda; memperluas dan memperdalam ilmu asli mereka—dalam kasus ini adalah sosiologi—dengan menggunakan pengetahuan sosiologi untuk menganalisis kembali temuan studi yang dibuat oleh sarjana feminis; dan mengembangkan pemahaman kritis mengenai masyarakat untuk mengubah kehidupan ke arah yang dianggap lebih adil dan berperikemanusiaan.

Teori feminis modern bertolak dari pertanyaan sederhana: ”Dan bagaimana dengan perempuan?” Dengan kata lain, di mana wanita berada di dalam setiap situasi yang diteliti? Bila wanita tak berperan, mengapa? Bila mereka berperan, apa sebenarnya yang mereka lakukan? Bagaimana mereka mengalami situasi? Apa yang mereka sumbangkan untuk itu? Apa artinya itu bagi mereka? ”Mengapa semuanya ini terjadi?”, ”Bagaimana kita dapat mengubah dan memperbaiki dunia sosial untuk membuatnya mejadi tempat yang lebih adil bagi perempuan dan semua orang?”, Apa konsekuensi dari cara berpikir untuk mengubah ketimpangan dalam kehidupan wanita? Bagaimana cara menjelaskan dunia seperti ini akan memperbaiki kehidupan semua perempuan? ”Dan bagaimana dengan perbedaan di antara perempuan?”

Seberapa umum teori ini? Orang mungkin akan menanyakannya karena pertanyaan khusus tertuju pada situasi ”kelompok minoritas”, yakni perempuan, maka teori yang dihasilkan tentu juga khusus dan terbatas ruang lingkupnya, sama dengan teori sosiologi perilaku menyimpang atau proses kelompok kecil. Tetapi sebenarnya pertanyaan mendasar feminisme telah menghasilkan teori tentang dunia sosial yang penerapannya universal.

KESIMPULAN: Teori Feminis adalah teori Sosiologi yang tidak hanya diciptakan oleh para ahli sosiologi, melainkan juga dicetuskan oleh banyak penulis dan aktivis politik. Teori ini berusaha mengadakan keadilan bagi kaum perempuan, karena pada masa itu (masa sebelum teori ini), keberadaan perempuan selalu dipertanyakan. Selama periode ini, wanita tidak banyak berperan. Malalui pertanyaan-pertanyaan dari Teori Feminis ini, dihasilkan suatu kesimpulan, bahwa wanita tak berperan itu bukan karena keterbatasan kemampuan atau perhatian mereka, tetapi karena ada upaya sengaja untuk mengucilkan mereka.

17. Teori Sosiologi Jender

Teori Sosiologi tentang jender merupakan satu tempat pertemuan dari teori feminisme dan teori sosiologis yang telah menjadi semakin penting di dunia.

Teori Sosiologi tenang jender merupakan hasil dari teori Feminis terhadap deviasi.

REFERENSI

Soekanto, Soerjono. SOSIOLOGI — Suatu Pengantar. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. 1970.

McGraw, Hill. Teori Sosiologi Modern — Edisi Keenam. Jakarta: Kencana. 2004.

Soekanto, Soerjono. Teori Sosiologi — Tentang Pribadi Dalam Masyarakat. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia. 1982.
GAGASAN MAXHORKHEIMER
Ahmad Jazuli
Gagasan Max Horkheimer sangat banyak melampaui batas pemikrian yang ada pada masanya. Sebagai pemegang kendali di Farnkfurt School dan membawa institusi ini melahirkan pemikir-pemikir Sosiologi kritis, tulisannya terbangun dalam narasi pikiran yang beragam. Meski begitu, ada beberapa istilah terkenal sebagai konsep pemikirannya yang dapat kita kutip, yakni Filsafat Sosial dan Dialektika Pencerahan.
Yang perlu dicatat, bahwa dua istilah itu bukan berarti mewakili keseluruhan pemikiran Max Horkheimer. Penulis sengaja hanya menyuguhkan dua pokok pikiran ini sebagai gambaran tentang pengaruh pikiran Max Horkheimer pada perjalanan teori Sosiologi kritis yakni dalam membangun sebuah cara pandang filsafat sosial yang terbarukan sebagai gagasan akomodir adaptif dari karya-karya Marx (dialektis materialis ekonomi), Hegel (ideal rasional historis), Immanuel Kant (perspektif normatif subjek otonom), dan Sigmund Freud (psikoanalisa). Pola adaptasi ini sebenarnya menuai kritik tajam karena dianggap sebagai pengkhianatan terhadap orthodoxi marxisme, meski disisi lain sebenarnya telah membesarkan nama Marx itu sendiri.
.
Filsafat Sosial: Sebuah Generasi Baru Sosiologi
Filsafat Sosial disampaikan oleh Horkheimer pada pidatonya saat menjabat sebagai Direktur Sekolah Frankfurt menggantikan Carl Grunberg. Horkheimer ingin menegaskan bahwa Farnkfurt School di bawah pimpinannya akan melakukan rekonstruksi ulang pemikiran sosiologi melalui institusi ini. Ia mengkritik keras keilmuan Sosiologi yang beku, berstandar ilmu yang ilmiah (scientific), dan ingin membongkar kembali kajian Sosiologi melalui ranah filsafat, yakni pencarian kebenaran dan penggerak perubahan sosial, bukan sekedar menempatkan realitas sosial sebagai objek.
Ini adalah salah satu kutipan karya Horkheimer dalam buku Eclipse of Reason pada tahun 1933 ketika dia di Amerika dalam puncaknya menentang kapitalisme.
“…Individu-individu sejati zaman ini adalah martir-martir yang tenggelam dalam neraka-neraka penderitaan dan keburukan dalam perlawanan mereka terhadap perbudakan dan penindasan. Mereka bukanlah kepribadian-kepribadian yang mendongak, kaum terkemuka seperti lazimnya. Pahlawan-pahlawan tak dikenal itu secara sadar menyatakan eksistensinya sebagai individu-individu terhadap pembinasaan secara teror. Lain dengan mereka-mereka yang secara tidak sadar menanggung pembinasaan itu lewat proses sosial. Martir-martir tak bernama dari kamp-kamp konsentrasi adalah simbol-simbol dari kemanusiaan yang mencoba untuk lahir. Filsafat bertugas untuk menterjemahkan apa yang mereka kerjakan ke dalam bahasa yang dapat didengar, meski suara mereka dibungkam oleh tirani[1]
Keilmuan Sosiologi yang dikritik oleh Max Horkheimer adalah keilmuan Positivistik yang merambah dunia Sosiologi secara dominan saat itu. Para Sosiolog positivis itu dianggap hanya menyampaikan data dalam kedok objektivitas, tanpa memberikan narasi semangat perubahan apapun. Mereka hanya menyampaikan gambaran sosial masyarakat, perubahan yang terjadi, dan data-data realitas sosial lain, atau fakta-fakta sosial dalam bahasa Durkheim. Bagi Max Horkheimer, sosiolog netral yang melarang menggunakan emosi dan perasaan serta keberpihakan (lagi-lagi dengan dalih empiris dan objektivitas) seperti ini sama sekali tidak akan menciptakan tatanan sosial yang membebaskan. Sebaliknya, mereka melanggengkan sistem masyarakat yang dominative atau bahkan membiarkan penindasan terjadi dalam sistem.
Untuk memperjelas pembahasan mengapa Max Horkheimer menyampaikan pentingnya pembongkaran filsafat sosial ini, kita buka ruang sedikit saja untuk berdikusi kembali perjalanan filsafat sosial, yakni saat Plato dan Aristoteles membuka kajian terhadap persoalan-persoalan kemasyarakatan menjadi objek penelitian tersendiri. Plato dan Aristoteles menulis susunan masyarakat sebagai susunan kosmos yang abadi, manusia wajib untuk melakukan penyesuaian diri dan mentatati susunan itu. Paham ini berkembang bahwa kosmos tidak berdiri sendiri, tetapi ada kekuasaan Allah sebagai pencipta ketertiban kosmos.
Filsafat sosial Plato dan Aristoteles mengalami perubahan besar pertama saat masa renaissance[2]. Ada semangat baru untuk melepaskan diri dari kungkungan absolut gereja. Pencarian alternative itu memunculkan pemikir-pemikir filsafat sosial seperti Locke, Berkeley, Hume, Montesquieu, Voltaire, Diderot, d’Alembert, dan Rousseau. Mereka membangun filsafat untuk membangun perubahan yang bersumber dari kekuatan manusia.
Filsafat sosial ini mengalami perubahan besar kedua saat keberhasilan revolusi Prancis tahun 1789 yang meruntuhkan susunan masyarakat feodal. Hal yang tentu tidak pernah terpikirkan di saat itu dimana kekuatan absolut tirani raja yang “diberkati” oleh kehendak Allah dapat diruntuhkan oleh kekuatan manusia. Gagasan kebebasan berkembang. Berbagai struktur sosial yang sudah ada sebelumnya kini dibongkar. Lahirlah para filusuf sosial sebagai perintis keilmuan sosiologi.
Pikiran para filusuf itu berkembang semakin dinamis, setidaknya ada dua aliran filsafat sosial yang saling mempengaruhi masyarakat sebagai bagian dari dinamika sosial yang mencari identitasnya di saat itu. Pertama, aliran konservatif. Pemikiran ini menginginkan kembalinya kekuatan feodal dan hegemoni agama. Kedua, aliran progressif. Pemikiran kedua menyesalkan anarkhi dan perpecahan, tetapi kembali ke zaman feodal bukanlah penyelesaian masalah. Tokoh-tokoh progressif di saat itu seperti Saint Somon, Charle Fourrier, Pierre Joseph Proudhon dan tidak ketinggalan Auguste Comte.
Perjalanan sosial demikian melahirkan pemikiran Auguste Comte tentang filsafat positivis. Sejalan dengan revolusi industri yang bermula di akhir abad 18, Comte meramalkan tentang abad baru era industr, di mana era magic-teologis dan metafisik telah lewat. Comte bahkan mendeklarasikan filsafat positivisme sebagai filsafat sosial terakhir dengan mengetengahkan nama sosiologi sebagai keilmuannya.
Perjalanan sosiologi berlanjut. Pikiran Auguste Comte yang progressif di masa itu sekarang berganti menjadi konservatif. Syarat-syarat positivistik yang empiris dikritik sebagai pengkerdilan ilmu sosiologi, bahwa ada banyak relaitas sosial yang bisa dibuka tidak semata melalui pengamatan empiris, tetapi dapat menyingkap realitas lebih dalam dari sekedar yang tampak oleh indra. Filsafat sosial generasi baru ini yang dikemukakan oleh Horkheimer dibangun dengan menyempurnakan aliran filsafat yang telah berkembang dengan menempatkan filsafat sosial lebih emansipatoris terhadap peran individu masyarakat.
Pada dasarnya, filsafat sosial yang ingin disempurnakan oleh Hokherimer adalah pikiran Karl Marx, meski Horkheimer juga mengkritisi teroi-teorinya Marx, khususnya terkait cita-cita Marx membangun masyarakat tanpa kelas. Tetapi penolakan Horkheimir pada filsafat positivis menjadi babak baru stimulasi kemunculan teori kritis dan membangun kelompok Neo-Marxis. Gagasan Horkheimer adalah melakukan revisi gagasan Marx sebagai adaptasi praksis yang sesuai dengan zamannya.
Munculnya Sekolah Frankfurt berbarengan dengan suburnya kapitalisme monopolis di Eropa. Sekolah Frankfurt, termasuk Horkheimer memandang kapitalisme monopolis sebagai suatu tahap kapitalisme di mana usaha-usaha raksasa menguasai pasar, mengatur dan menentukan harga, sementara perusahaan-perusahaan kecil dengan serta mereta digulungnya. Hal ini cenderung menghapuskan pasar dan dinamika persaingan bebas.
Karena itu bagi Max Horkheimer, rekonstruksi ulang aliran sosiologi Frankfrut ini akan mengembalikan posisi teori Marxis pada cita-cita Marx yang sebenarnya. Semangat Max Horkheimer membangun generasi baru sosiologi ini menyuntikkan semangat para aliran Marx untuk membangun “koalisi” aliran sosiologi dan juga para sosiolog yang gerah dengan perubahan. Berbagai pemikiran kritis yang kemudian berkembang dalam institusi Frankfut School ini pada akhirnya membentuk sebuah mazhab tersendiri pada kajian Sosiologi, yakni Mazhab Frankfrut.
Untuk membangun filsafat sosial baru itu, Horkheimer melakukan adaptasi dari karya-karya Marx (dialektis materialis ekonomi), Hegel (ideal rasional historis), Immanuel Kant (Imperatif kategoris dan Idealisme ), dan Sigmund Freud (psikoanalisa). Max Horkheimer menyuguhkan cara baru dalam menerjemahkan keilmuan sosiologi tidak semata kajian empiris yang kaku. Max Horkheimer menyuguhkan sebuah “interpretasi filosofis tentang nasib manusia sejauh manusia bukan dipandang sebagai individu, tetap sebagai anggota masyarakat[3]”.
Untuk menggambarkan bagaimana Max Horkheimer menuliskan Filsafat Sosial adalah menjelaskan tentang bagaimana Sosiolog berperan mendobrak status quo, yakni setiap orang adalah produsen yang menciptakan dominasi di masyarakat[4]. Oleh sabab itu kita tidak boleh menerima kebenaran begitu saja tanpa ada telaah kritis, agar dominasi seseorang tidak serta merta menjadi bagian dari penindasan. Alasan ini menambah pentingnya ilmu pengetahuan sosial sebagai kajian masyarakat untuk emansipatoris.
Sejelasnya dapat kita tangkap bahwa Filsafat Sosial mengajak kita membongkar persayratan objektivitas dalam sosiologi positivistic. Apa yang disebutkan dalam telaah empiris yang mereka sebut sebagai syarat ilmu ilmiah yang objektif dalam filsafat sosial dianggap tidak mencerahkan partisipasi individu untuk membangun kesadaran emansipatoris mereka bermasayarakat dan menciptakan tatanan sosial yang membebaskan.
Apa yang dibangun Horkheimer dalam sekolah Franfrut tidak sia-sia. Para teoretisi kritis benar-benar menempatkan institusi ini untuk bergerak secara progressif mebangun teori kritis. Dari sekolah Frankfurt ini kemudian kita mengenal pikiran Harbert Marcuse dalam mengembangkan ide-ide pokoknya melakukan rekonstruksi rasionalitas, memunculkan bermacam-macam rasio dalam tataran praksisnya, yaitu rasio instrumental, rasio yuridis, rasio kognitif dan rasio ilmiah.
Tokoh lain, Habermas sebagai tokoh paling kritis dalam melihat fenomena sosial masyarakat melakukan rerekonstruksi nalar masyarakat agar terbentuk ruang yang steril dari dominasi. Harapan Hebermas adalah segera terwujudnya sikap emansipatoris pada individu bermasyarakat. Untuk itu Habermas mengkritisi mecetnya teori kritis dengan mendasarkan teorinya pada epistemologi praksis dari rasionalitas ilmu. Habermas bermabisi membentuk masyarakat komunikatif yang terbebas dari dominasi berbagai kekuatan melalui berbagai argumentasi untuk mencapai sebuah klaim kesahihan yang rasional tanpa paksaan.
Sekolah Frankfurt sebagai stimulasi lahirnya teori-teori sosiologi kritis (yang kemudian berkembang menjadi mzahab sosial Frankfurt) semakin kuat karena didukung oleh  sarjana-sarjana dari berbagai bidang keilmuan seperti Horkheimer sendiri (Filsafat Sosial), Friedrich Pollock (Ekonomi), Leo Lowenthal (Sosiologi, kesusasteraan), Walter Benjamin (Kesusasteraan), Theodor W. Adorno (Musikologi, Filsafat, Psikologi, Sosiologi), Erich Fromn (Psikoanalisa), Harbert Marcuse (Filsafat), Edmund Husserl (Filsafat), dan Jurgen Habermas (Filsafat).
Horkheimer  sangat terpengaruh oleh Immanuel Kant. Aufklarung atau pencerahan sumbangan Kant dalam diri manusia dimanfaatkan sebagai optimisme oleh Horkheimer. Manusia yang berakal budi dapat mengeluarkan dirinya sendiri dari keterpurukan akibat pihak di luar dirinya. Di sini, akal budi dianggap sebagai bekal untuk mengentaskan manusia yang menurut Horkheimer irasional, padahal manusia haruslah rasional.
Horkheimer memulai teori kritisnya dengan pertanyaan-pertanyaan; “dapatkan teori rasional tentang diri manusia dalam lingkungannya?”, “bagaimanakah teori ini menjadi emansipatoris?”, “manakah teori yang mampu mengembalikan manusia menjadi rasional kembali?”, “di mana martabat dan kepenuhan individu dapat terpenuhi?” dsb. Dari pertanyaan-pertanyaan inilah, dia berteori berbagai bidang sosial dalam usaha menyadarkan manusia agar tidak terjerat proses kapitalisme yang sedang memonopoli kemanusiaannya.
Kritik-kritik yang dipakai Horkheimer adalah kritik tradisional di mana terdapat tiga hal yang harus dilakukan;
  1. Kita harus kritis terhadap masyarakat,
  2. Kita harus berpikir historis,
  3. Kita harus tidak memisahkan teori dan praksis.
Tokoh-tokoh yang ekmdudian tergabung dalam Mazhab Frankfurt adalah sebagai berikut (tokoh Sosiologi Kritis);
  1. Theodor W. Adorno
  2. Max Horkheimer
  3. Walter Benjamin
  4. Herbert Marcuse
  5. Alfred Sohn-Rethel
  6. Leo Löwenthal
  7. Franz Neumann
  8. Franz Oppenheimer
  9. Friedrich Pollock
  10. Erich Fromm
  11. Alfred Schmidt
  12. Jürgen Habermas
  13. Oskar Negt
  14. Karl A. Wittfogel
  15. Susan Buck-Morss
  16. Axel Honneth
  17. Jean-Francois Lyotard
  18. Richard Rorty
  19. Jacques Lacan
  20. Gilles Deleuze
  21. Felix Guattari
  22. Michel Foucault
  23. Derrida

Daftar Pustaka
Budiyanto, Lilik. Konsepsi filsafat sosial menurut ajaran Max Horkheimer (1895-1973). Fakultas Filsafat UGM/.Yogyakarta. 1986
Horkheimer, Max . Ilmu Sosial (Filsafat dan Teori): Between philosophy and social science. The MIT Press, 1995
Simon Petrus L. Tjahjadi. 2007. Tuhan Para Filsuf dan Ilmuwan: Dari Descartes sampai Whitehead. Yogyakarta: Kanisius.
K. Dwi Susilo, Rahmat. 20 Tokoh Sosiologi Modern. LKiS. Yogyakarta.


[1] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2007. Tuhan Para Filsuf dan Ilmuwan: Dari Descartes sampai Whitehead. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 102-114.
[2] Kebudayaan Renaisans ditujukan untuk menghidupkan kembali Humanisme Klasik yang sempat terhambat oleh gaya berpikir sejumlah tokoh Abad Pertengahan. Renaisans membongkar tradisi kolot gereja dengan era pencerahan baru yang lebih mengutamakan logika dan rasionalitas.
[3] Dilema Usaha Manusia Rasional, Jakarta: Gramedia, 1982
[4] Lihat 20 Tokoh Sosiologi Modern, hal. 126